Sabtu, 08 Oktober 2011

SPONSORSHIP, FILANTROPI, ATAU CRM?

Cause-Related Marketing (CRM) bukan kegiatan sponsorship, bukan pula filantropi yang hasilnya seringkali tidak terukur. Lewat CRM, pendapatan perusahaan tidak akan turun, omset malah naik, reputasi meningkat pula! Bagaimana melakukannya?

Anda pasti sudah sering mendengar istilah CRM, jargon khas marketing yang sangat familiar di kalangan pemasar sebagai alat untuk menjaga loyalitas pelanggan. Tapi CRM yang akan kita bahas pada tulisan ini bukan Customer Relationship Management seperti yang sering Anda dengar, melainkan Cause-Related Marketing. Anda pernah mendengarnya?

Kalau saya beri ilustrasi seperti ini, barangkali Anda tidak asing dengan praktik CRM seperti yang dimaksudkan Graham Dowling, profesor ilmu marketing dari Australian Graduate School of Management, dalam bukunya bertajuk Creating Corporate Reputations  Cause-Related Marketing.
American Express (Amex) pernah membuat program CRM dengan membantu renovasi patung Liberty kebanggan rakyat Amerika. Renovasi ini dibiayai dari sebagian keuntungan Amex yang diperoleh dari setiap transaksi nasabah kartu kreditnya. Lewat kampanye: semakin sering customer Amex melakukan transaksi dengan kartu Amex, maka semakin besar sumbangan dia untuk memperbaiki patung identitas negara ini, Amex berhasil menggugah rasa nasionalisme rakyat Amerika. 

Hasilnya? Dengan senang hati para nasabah Amex di negeri Paman Sam menggesekkan kartu kredit Amex dalam kesempatannya bertransaksi.Dengan mengaitkan program tersebut dengan lambang kebesaran negeri ini, Amex tidak hanya berhasil meraih reputasi di mata rakyat Amerika, tapi dia juga berhasil meningkatkan kinerja penjualannya. 

Contoh lain perusahaan yang sukses menerapkan CRM adalah the Body Shop. Anita Roddick, pemilik perusahaan ini, gencar melakukan kampanye penyelamatan lingkungan yang menjadi “ideologi” baru masyarakat modern di berbagai belahan dunia. Dia rajin mendanai kegiatan lingkungan, terjun langsung dalam aktivitas ini, dan membantu mengembangkan komunitas pecinta lingkungan.
Berbagai kegiatan yang dilakukannya ini, secara tidak langsung berdampak positif bagi perusahaan yang didirikannya. Lewat aktivitasnya ini Roddict diam-diam berhasil membangun komunitas pelanggan the Body Shop, produk-produk perawatan tubuh yang ramah lingkungan. Program seperti inilah yang disebut sebagai cause-related marketing

CRM ini tidak sama dengan kegiatan filantropi. Bukan pula aktivitas sponsorship. Kegiatan filantropi atau sponsorship biasanya hanya menguntungkan salah satu pihak. Hibah bagi si penerima bantuan, tapi cost bagi perusahaan. Sementara reputasi yang diharapkan diraih perusahaan dari aktivitas itu, belum tentu signifikan dibandingkan bujet yang dikeluarkannya. Kegiatan filantropi dan sponsorship ini tidak terukur hasilnya.

Sementara itu, CRM justru bersifat win-win. Menguntungkan bagi penerima bantuan, tapi tidak membuat buntung perusahaan yang menyelenggarakannya. Pendapatan perusahaan tidak turun, omset malah naik, reputasi perusahaan pun meningkat!.

Graham Dowling mendefinisikan CRM sebagai alat pemasaran dan positioning strategis yang menghubungkan perusahaan atau brand dengan kegiatan atau isu sosial yang relevan sehingga membawa benefit bagi kedua belah pihak.

Di Amerika Utara, CRM termasuk strategi pemasaran yang tumbuh dengan sangat pesat. Di era kompetisi yang makin ketat ini, perusahaan harus berjuang mendapatkan perhatian dan loyalitas pelanggan dengan beragam cara, tidak cukup hanya lewat produk atau jasa yang berkualitas.

Sebuah survey yang dilakukan oleh the Conference Board of Canada menunjukkan bahwa 72% rakyat Kanada lebih suka membeli produk atau jasa dari perusahaan yang memiliki komitmen terhadap kelestarian sumberdaya dan concern terhadap kehidupan masyarakat dan 68% lebih suka menanamkan modalnya pada perusahaan yang secara demonstratif mendukung masyarakat.

Di Indonesia, sebetulnya cukup banyak perusahaan yang mencoba melakukan aktivitas CRM. Misalnya, lewat program: setiap anda membeli produk anu, berarti Anda menyumbang sekian Rupiah untuk kegiatan anu. Pasti Anda sering mendengar kampanye seperti ini. Ada kecap Kurma, Aqua, dan sebagainya. Tapi sayang, tidak ada laporan tentang efektivitas program yang mereka lakukan ini, termasuk berapa yang berhasil disumbangkan. Bisa jadi karena bisa membuat public mengetahui tingkat penjualannya.

Sampai lima tahun lalu, kelemahan perusahaan Indonesia dalam mengadaptasi program ini terasa, terutama dari sisi kreativitas dan kejeliannya dalam mengaitkan program ini dengan kegiatan yang secara langsung bisa menembus emosi, spiritual, atau intelektual pelanggan. Namun, belakangan kegiatan ini berkembang sejalan dengan makin diketahuinya titik-titik kontak baru. Sekarang kegiatan CRM tidak berdiri, tapi juga diikuti oleh kegiatan promo lainnya. Salah satunya adalah kegiatan yang dilakukan ABC Dapur Peduli. Dalam event Brand Activation Award, yang diselenggarakan Majalah MIX-MarketingCommunications, September lalu,  ABC Dapur Peduli memperoleh penghargaan silver untuk kategori Event Roadshow.

ABC Dapur Peduli
Insight Heinz ABC Indonesia menunjukkan bahwa setiap ibu dan keluarga muslim Indonesia memiliki tradisi menyiapkan makanan untuk berbuka puasa keluarganya dan kaum dhuafa. Mereka sangat percaya bahwa menyiapkan dan memberikan makanan untuk berbuka puasa di Bulan Ramadhan akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda. Sisi emosional itulah, yang dimanfaatkan pengelola brand Kecap ABC untuk penyelenggaraan aktivasi merek “ABC Dapur Peduli”.
Menurut Pratitis Adi Nugraha, Senior Brand Manager ABC, dengan konsep dan strategi baru program aktivasi merek Kecap ABC ini, Heinz ABC Indonesia sebagai pemilik merek mencoba keluar dari pendekatan promosi konvensional produk seasoning yang biasanya hanya bergantung pada public relations, consumer promotion, demo masak, dan in-store display semata.  
Sejatinya program aktivasi merek ini merupakan kombinasi antara Cause-Related Marketing—di mana untuk setiap pembelian Kecap ABC, keuntungan dari konsumen disalurkan untuk memberikan makanan berbuka bagi 100,000 dhuafa—dan event aktivasi merek di mana Heinz ABC bekerjasama dengan Dompet Dhuafa melibatkan ibu-ibu dari Majelis Ta’lim untuk berperan aktif memasak dan membagikan makanan berbuka ke 100,000 dhuafa di lebih dari 150 titik di sekitar Jabodetabek dan Surabaya selama 24 hari di bulan Ramadhan. “Selain menggalang dukungan dari kelompok-kelompok Majelis Ta’lim, kami juga menggalang dukungan dari ustad/ustadjah, pakar kuliner, hingga selebriti,” kata Pratitis. 
Pratitis menambahkan, interactivity dalam program ini diperkuat melalui digital media, terutama facebook dan twitter. Media facebook merupakan sarana kami untuk memberikan informasi tentang update pembagian makanan. Kami juga mengajak ibu-ibu turut berbagi dengan cara berbagi resep favorit mereka di bulan ABC Dapur Peduli. Resep dengan “like” terbanyak, maka pengirim resep berhak menentukan lokasi donasi,” terangnya.
Demi menggaungkan aktivasi tersebut, Kecap ABC menggunakan media televisi, radio, dan cetakbaik nasional maupun daerah. Harapannya, upaya itu dapat membangun awareness terhadap program tersebut, terutama di area Jabodetabek dan Surabaya. Bahkan, Kecap ABC juga bekerja sama dengan account mini market Alfamart (yang jumlahnya tak kurang dari 3,500 gerai), Giant (50 gerai), Carrefour (50 gerai), dan beberapa lokal account (50 gerai) untuk melakukan in-store visibility. Termasuk, memilih kurang lebih 30 toko di Jakarta dan Surabaya untuk melakukan in-store activation. 
Hasilnya? Menurut Pratitis, melihat aspek emosional dan loyalitas terhadap brand Kecap ABC, terlihat bahwa konsumen memberikan respon yang sangat positif terhadap program ABC Dapur Peduli 2010. Hal itu menegaskan bagaimana program ini telah berhasil dengan sukses mencapai tujuan, yang tidak hanya dari sudut pandang pemasaran, namun juga dari aspek brand loyalty,” yakinnya.
Indikator lain yang juga menjadi tolok ukur kesuksesan program tersebut adalah jumlah fans facebook yang mengalami peningkatan yang signifikan. Persisnya, telah terjadi penambahan fans sebanyak 35,000 selama program berlangsung. “Bahkan, media value program ini melampaui double digit dari angka investasi. Penjualan In-store pun melebihi ekspektasi target (double digit). Walaupun, hal itu bukan menjadi tujuan utama, namun program ini ternyata membantu peningkatan penjualan kecap ABC pada periode yang sama dibanding 2009,” tutup Pratitis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar