Selasa, 24 April 2012

POTRET KEPUASAN KONSUMEN INDONESIA


Gencarnya iklan membuat konsumen Indonesia memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap merek. Sayangnya, itu tidak diimbangi dengan perceived quality. Tapi kenapa rata-rata indeks kepuasan produk Indonesia di atas rata-rata indeks global?

Tahun ini, Majalah MIX-Marketing Communications bekerjasama dengan MARS yang memegang lisensi American Customer Satisfaction Index (ACSI) melakukan survey untuk mengukur tingkat kepuasaan pelanggan beberapa produk dan perusahaan di Indonesia. Hasil survey itu dituangkan Gobal Customer Satisfaction Standar (GCSS) yang mengukur kepuasan pelanggan dengan menggunakan model ACSI.

American Customer Satisfaction Index (ACSI), didirikan pada tahun 1994 melalui kemitraan antara University of Michigan Business School, American Society for Quality (ASQ), dan perusahaan konsultan internasional CFI Group. Di Amerika Serikat, ACSI telah melakukan pengukuran pengalaman konsumen yang seragam dan independen terhadap 190 dari perusahaan terkemuka. Disini ACSI melakukan tracking kepuasan pelanggan dan terbukti menjadi indikator ekonomi yang kuat bagi perusahaan, asosiasi industri perdagangan, dan lembaga pemerintah.

Model ACSI merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran yang berbasis pada pelanggan (customer-based measurement system). Model ini ditujukan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, industri, sektor-sektor ekonomi, dan ekonomi nasional yang secara aplikatif memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan model pengukuran kepuasan pelanggan yang selama ini banyak dilakukan. Pertama, ACSI telah diadopsi oleh lebih dari 12 negara di dunia, termasuk Singapura. Sehingga hasil pemaparan kepuasan pelanggan di Indonesia bisa disandingkan dengan hasil di tingkat global. Dengan demikian, pengguna data pengukuran kepuasan pelanggan ACSI di Indonesia bisa membandingkan kinerja kepuasan pelanggan di level global.  

Mengapa standard global, dalam era tanpa batas saat ini, mereka atau perusahaan dituntut untuk bisa mengatasi dan mengubah tantangan akibat persaingan yang semakin ketat belakangan ini menjadi peluang. Dalam persaingan ini, hanya produk atau merek yang benar-benar kuat, efisien, dan berkualitas sesuai dengan tuntutan pasar yang akan memenangkan persaingan. Tidak hanya di level local, nasional, tapi juga internasional.

Persoalannya, dengan kasat mata dapat dilihat beberapa produk yang kurang mampu bersaing dibandingkan dengan produk dan jasa dari negara lain. Bukan hanya dari sisi kualitas, dari sisi harga produk Indonesia jauh lebih tinggi dari harga produk impor. Beberapa contoh diantaranya adalah jeruk Medan yang mulai tergeser oleh jeruk lokan dari China, beras Cianjur yang tersaingi beras Thailand dan Vietnam, serta berbagai produk industri dan kerajinan kecil, seperti lampu hias, makanan ringan, dan lain sebagainya.

Hasil penelitian yang dilakukan MARS memberikan gambaran tentang kinerja kualitas dari produk-produk Indonesia. Seperti diketahui -- dan ini merupakan keunggulan kedua dari pengukuran model ACSI -- ACSI mengukur kualitas produk dan jasa yang didasarkan pada pengalaman pelanggan yang memiliki pengalaman menggunakan atau mengkonsumsi. Pengukuran kepuasan dengan model ACSI akan berbeda dengan teknik pengukuran kepuasan melalui teknik pengukuran secara langsung atau metode plurality (misalkan top two boxes-TTB). Pengukuran kepuasan dengan model ACSI memiliki tiga anteseden: perceived quality, perceived value, dan customer expectations. 

Tabel 1. Indeks Standard Kepuasan Pelanggan Nasional Indonesia

Data dalam tabel tersebut memperlihatkan bahwa di hampir semua produk, ekspektasi konsumen Indonesia lebih tinggi dari kualitas yang dipersepsikannya. Temuan ini mengisyaratkan kepada para pengelola merek untuk benar-benar mengelola komunikasinya sehingga tidak membuat ekspektasi konsumen terlalu tinggi sementara merek atau produknya tidak mampu mempenuhi ekspektasi tersebut.

Seperti dimaklumi, ekspektasi konsumen dipengaruhi oleh pengalaman pembelian yang dilakukan sebelunya, karena saran teman atau koleganya, serta janji dan infoemasi pemasar dan pesaingnya. Jika para pemasar meningkatkan harapan terlalu tinggi, para pembeli kemungkinan besar akan kecewa. Di Indonesia, terutama di telekomunikasi, semua provider jor-joran dengan harga. Masisng-masing mengklaim sebagai yang paling luas, luas jangkauan, tanpa putus dan sebagainya. Tapi apa yang terjadi?

Namun di balik beberapa gambaran yang muram tersebut, terdapat beberapa hal yang yang membangkitkan optimisme.  Temuan MARS juga memberikan gambaran bahwa di sejumlah kategori seperti oli pelumas mobil, minyak goreng, bank, air minum dalam kemasan, dan beberapa kategori produk lainnya, indeks kepuasan pelanggannya di atas rata-rata dlobal. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya merek atau produk tersebut kualitasnya yang dipersepsikan konsumen di atas rata-rata global.  

Ketiga, dalam pengungkapan hasil, tidak hanya nilai skor kepuasan yang akan didapat tetapi juga hal-hal sebagai kunci pendorong kepuasan. Salah satu bagian penting dari ACSI adalah kemampuannya untuk memprediksi economics return. Model ACSI menggunakan dua pewakil untuk memprediksi economic return yaitu: 1) customer retention (diestimasikan dari sebuah transformasi non-linear dari pengukuran seperti repurchase) dan 2) price tolerance.

Di Amerika Serikat, model ini menjadi salah satu barometer dari kesuksesan perekonomian yang mencerminkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa yang dibeli. Dalam setiap surveinya melibatkan 200 perusahaan di lebih dari 40 industri dengan menginterview lebih dari 65.000 responden setiap tahun.  Wawancara dilakukan dengan tetap menjaga validitas data. Karena itu responden hanya diwawancara hanya untuk paling banyak 10 produk yang berbeda / jasa kategori dan hanya yang berasal dari paling banyak 3 perusahaan pemilik produk atau jasa. Wawancara dilakukan sampai kuota 250 wawancara per perusahaan terpenuhi, terlepas dari ukuran akhir dari kolam sampel.

Karena itu, ACSI telah menjadi acuan bagi para pemain bisnis dalam mengukur kinerja perusahaan diluar balance sheet. American Customer Satisfaction Index telah memberikan sebuah acuan tentang seberapa baik tingkat kualitas produk dan layanan yang dikonsumsi dan diproduksi pada sebuah perekonomian utnuk melengkapi pengukuran output ekonomi tradisional. Karena itu, hasil ACSI sangat berguna bagi para pembuat kebijakan publik, manajer dan investor, dan pelanggan.

Kesuksesannya dalam mengungkapan kinerja perekonomian telah dibuktikan melalui berbagai macam kajian. Salah satunya adalah kajian tentang hubungan ACSI dengan harga saham di Amerika. Dalam kajian tersebut dipilih 20% perusahaan yang memiliki skor ACSI tertinggi. Berdasarkan pengamatan dari tahun 1996-2006 dapat disimpulkan bahwa ada korelasi kuat antara skor ACSI dengan harga saham. Bagaimana bisa? Seperti diilustrasikan di bagian pertama menu utama ini, membaik atau memburuknya sikap pelanggan terhadap suatu mereka terjadi ketika mereka melihat ketidakkonsistenan kualitas. Perubahan skor kepuasan pelanggan perusahaan tidak terjadi dalam semalam. Pengaruhnya bekerja melalui rantai nilai yang kompleks yang pada akhirnya mempengaruhi keuntungan kuartal dan harga saham.

Gambar1. Kaitan antara Harga Saham dan Tingkat Kepuasan Pelanggan


 Sumber : Christopher W. Hart. Beating the Market with Customer
Satisfaction. Harvard Business Review, March 2007


Karena itu, perusahaan dengan kepuasan pelanggan yang tinggi tidak hanya mampu menghasilkan stock return yang lebih tinggi, tetapi juga stock value dan cash flows tidak bergejolak. Keampuhan model ACSI telah membuktikan bahwa pengukuran kinerja perusahaan di luar balance sheet patut untuk dijadikan acuan bagi para pelaku bisnis. ACSI menunjukkan sebuah cara baru untuk engevaluasi dan meningkatkan kinerja perusahaan dan ekonomi modern. Pengukuran Out of Balance Sheet mampu mengungkapkan kinerja ekonomi nasional secara empirik.

Implikasi dari kajian ACSI akan berbeda dari satu perusahaan atau industri dengan perusahaan atau industri lainnya. Pada perusahaan yang memiliki siklus pembelian yang lama seperti asuransi kesehatan dan durable goods, perubahan kepuasan pelanggan akan berdampak lebih buruk pada upaya peningkatan penjualan perusahaan, peningkatkan harga, dan lain sebagainya.

Di banyak sektor industri yang bergantung pada layanan, jika kepuasan pelanggan perusahaan meningkat, pelanggan akan cepat menyesuaikan perilaku mereka dan memberitahu orang lain. Kemudian, orang yang diberitahu tersebut cenderung segera mengubah perilaku pembeliannya. Data PlanetFeedback.com memperlihatkan bahwa di industri computer misalnya, tantangannya adalah bagaimana memberikan layanan prima. Ini karena masalah yang berkaitan dengan pelayanan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan masalah yang berkaitan dengan produknya sendiri.  Sebab sejak awal berhubungan – kontak – sudah berlangsung atau sudah melibatkan interaksi langsung antara perusahaan dan pelanggan mereka. Disini pelanggan mulai kontak, mengungkapkan keinginan yang kuat untuk memecahkan masalah mereka. Pada proses inilah pelanggan akan merekomendasi – dalam hal ini bila puas – atau mencela dan menyebarkannya bila tidak puas.