Sabtu, 07 Oktober 2017

Mengapa Pelanggan Mencintai atau Membenci Merek Anda?


Pada akhir Mei 2000, acara reality game di televisi, Survivor, mencapai debutnya ketika ditonton oleh 15 juta pemirsa rumah tangga di Amerika. Acara ini menawarkan secara sekilas tentang kehidupan sevuah suku di masa lalu dengan tawaran hadiah $ 1 juta untuk pemenang. Ini diluncurkan segera setelah Memorial Day, pada awal musim panas yang peringkatnya lesu.

Namun, pada saat Survivor mencapai final putaran pertama pada akhir Agustus, pemirsanya melonjak menjadi lebih dari 51.000.000 pemirsa, suatu jumlah pemirsa yang menduduki peringkat kedua di tahun itu setelah Super Bowl. Selama belasan tahun berikutnya, Survivor terbukti masih menjadi salah satu acara yang paling tahan lama peringkatnya untuk jaringan siaran CBS. Survivor juga melahirkan reality show-reality show tiruan lainnya.

Apa yang membuat Survivor menjadi begitu popular? Mungkinkah karena acara itu berhasil membawa pemirsanya memasuki sesuatu yang menghargai perjuangan-manusia purba untuk bertahan hidup dan keterampilan yang luar biasa yang kita miliki untuk memahami, menilai, dan membentuk hubungan yang saling mendukung untuk bertahan hidup? Survivor dan semua penirunya menawarkan kepada kita wawasan ke dalam sesuatu yang abadi yang merupakan esensi manusia dan berakar pada masa prasejarah kita. 

Psikolog sosial menyimpulkan bahwa manusia primitif dipaksa berjuang untuk mempertahankan eksistensi mereka, untuk membangun kemampuan bawah sadar untuk membuat dua jenis penilaian spesifik dengan kecepatan tinggi dan akurasi yang memadai: Apa yang diinginkan orang lain dari saya? Bagaimana mereka mampu melaksanakan niat tersebut? Hari ini kita menilai orang lain melalui dua kategori persepsi sosial secara bersamaan, yang dikenal sebagai kehangatan dan kompetensi.

Ketika Domino Pizza (DPZ) memperkenalkan resep pizza baru pada akhir tahun 2009, Chief Executive Officer Patrick Doyle mengambil langkah yang tidak biasa. Dia muncul di iklan TV untuk menawarkan pelanggan permintaan maaf bahwa  resep Domino yang lama masih belum begitu baik. Pada kuartal pertama 2010,  Domino mencatat peningkatan pendapatan tertinggi dalam sejarah industri makanan cepat saji.

Daya tarik Domino kampanye "Pizza Turnaround" adalah terletak pada tawarannya pada beberapa wawasan esensi menjadi manusia. Riset mengatakan bahwa, berkat perjuangan untuk bertahan hidup nenek moyang kita, kita semua bergantung pada primal, kemampuan bawah sadar untuk cepat sampai ukuran lain menurut dua kategori tertentu dari persepsi, yakni kehangatan dan kompetensi.

Psikolog sosial percaya sebanyak 82 persen dari penilaian sosial kita sehari-hari dapat diprediksi dengan penilaian instan dari dua pertanyaan ini: Apa maksud dari orang lain ini terhadap saya? Bagaimana orang ini mampu melaksanakan niat tersebut? Tanpa disadari, kita menerapkan penilaian seperti kehangatan dan kompetensi dalam semua hubungan kita, termasuk yang melibatkan perusahaan dan merek. Kehangatan dan kompetensi mendefinisikan apa yang disebut "The Human Brand," dan dalam hal ini, Domino memberikan pesan yang menarik dengan meminta maaf untuk masa lalu sekaligus menawarkan sesuatu yang baru, yakni perbaikan produk.

Apa yang dapat kita tarik benang merah dari dua ilustrasi diatas adalah gagasan bahwa pada dasarnya perusahaan juga seperti orang juga.  Dimana-mana orang selalu menggambarkan hubungan mereka dengan merek melalui berbagai macam cara. Secara pribadi kita membenci sebuah merek bank kami, mencintai smartphone, dan memikirkan perusahaan TV kabel keluar tentang bagaimana caranya mereka bisa berlangganan. 

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam otak kita ketika melakukan penilaian ini? Melalui penelitian, pakar loyalitas pelanggan Chris Malone dan psikolog sosial Susan Fiske menunjukkan bahwa orang berhubungan dengan perusahaan atau merek, dan bahkan produk mati dengan cara yang sama yang merek persepsikan, nilai, dan sikapi satu sama lain.

Itu bisa jadi kabar baik. Kabar buruknya, menurut para psikolog, itu berarti pelanggan menilai perusahaan seperti halnya mereka menilai orang juga. Malone sebagai penulis pendamping buku The Human Brand: How We Relate to People, Products, and Companies mengatakan bahwa pelanggan membuat penilaian mereka langsung terhadap perusahaan dan produk mereka melalui "kehangatan dan kompetensi" yang mereka rasakan - atau tidak merasa – dari sebuah merek.

Karena orang menilai perusahaan sebagaimana mereka menilai seseorang, maka agar sukses, perusahaan perlu bekerja melalui hubungan pribadi dengan pelanggan mereka. Berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, lebih dari 50 persen dari niat pembelian dan loyalitas pelanggan dapat dijelaskan oleh dua persepsi dasar manusia ini, sebelum mempertimbangkan tentang fitur atau manfaat. Sebagai pelanggan, mereka akan berpikir tentang "Saya mendapatkan siapa Anda sebenarnya, dan apa sih Anda itu sebenarnya.” Inilah esensi dari buku ini, kehangatan dan kompetensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar